"Banyak sekali spanduk ucapan selamat di kotamu bro",begitulah pertayaan temanku- yang berasal dari Bandung ketika saya menemaninya mengitari kota yang berujuluk anginmammiri. Baru kali ini sohibku ini mengunjungi Makassar setelah sekian lama kami bertemu di Bandung beberapa tahun silam.
Pasca Pilkada provinsi Sulawesi-Selatan memang spanduk-spanduk makin bertebaran di kotaku ini. Bukan hanya sudut-sudut jalan lagi yang dihiasi oleh spanduk tapi juga sudah sampai ke sudut-sudut gank atau bahkan tingkat RW sekalipun. "Ucapan seperti itu bro makin bertambah ketika memasuki hari raya Idul Adha,Natal hingga Tahun baru.Andai kau warga Makassar dan terkenal lalu sudah meninggal dunia, mungkin juga hari lahirmu akan dikenang oleh mereka yang lagi cari ketenaran itu", ujarku sambil tertawa. Tapi yang saya heran kenapa baru sekarang mereka-mereka itu memasang spanduk seperti itu, misalnya spanduk ucapan selamat tahun baru,natal dan Idul Adha.Kalau memang punya niat yang tulus, kan sedari dulu sebaiknya mereka lakukan seperti itu.
Memang, denyar-denyur dunia politik lagi hangat di Makassar. Kurang delapan bulan lagi akan berlangsung pemilihan walikota Makassar.Spanduk-spanduk,pamflet-pamflet, baliho-baliho bertebaran di sana-sini. Ada yang berwarna putih,kuning,biru,merah sesuai warna partai masing-masing. Berbagai kata,semboyan dan kalimat telah mereka keluarkan lalu mereka tuliskan besar-besar. Bahkan visi-visinya sudah mulai mereka sampaikan melalui media komunikas seperti itu. Semua ucapan yang mereka keluarkan itu, mereka anggap suci padahal tujuananya meraih kekuasaan.Idiomatik yang mereka tawarkan begitu menggoda padahal sebenarnya idiomatik.
"Wah...tuh sana bro.Balihonya gede amat. Tapi aneh, koq doa digembor-gemborkan seperti itu. Doa kan cukup kita dan Tuhan yang tau,ngapain harus disampaikan seperti itu. Apa nggak Riya' dan Nu'dza?"tunjuk Asep ketika melintasi prapatan Jalan Ahmad Yani-Jalan Nusantara. Di situ terdapat sebuah baliho ukurannya cukup besar lalu ada munajat doa untuk warga Makassar agar tidak dimurkahi oleh Tuhan. Di Baliho itu tertulis "Doa ketika di Mekkah"
Macam-macam rupa kalimat dan slogan bertebaran di sana-sini terpampang di udara. Di mobil-mobil juga terlihat beberapa stiker besar sengaja ditempelkan di kaca belakang. Misalnya, ada kalimat "I'M Team", "Save Our City". Selain kalimat-kalimat berbau bahasa asing itu juga beberapa kalimat yang berbahasa logat daerah Makassar. "Kita sudah membangun Makassar,majuki lagi Aco", sebuah spanduk di lapangan karebosi terpasang panjang. Ada yang unik juga bro, "pemimpin sombere' yang layak pimpin Makassar", sambil terpasang foto salah satu warga kota Makassar. Sombere' artinya, suka ngobrol,terbuka dan bergaul dengan masyarakat siapapun. Menggunakan semboyan bahasa asing sebenarnya dimulai oleh salah satu kandidta Gubernur Sulsel pada Pilkada November silam. Dan terbukti, semboyan tersebut membuat calon tersebut meraih suara terbanyak versi KPUD Sulsel walau ada keputusan MA yang meminta Pilkada ulang di Sulsel.
Bro, jelasku kepada Asep. Segala macam cara memang dilakukan oleh mereka-mereka yang ada fotonya terpajang di kota Makassar ini.Apalagi kalau bukan untuk meraih kekuasaan, terkadang mereka tidak lagi memandang hitam putih budaya yang mengkultuskan peradaban manusia.Mereka itu hanya ingin berkuasa uang dan kehormatan. Obsesi mereka adalah menguasai, lalu menempuh dengan cara apapun asal tujuan tercapai.
Selasa, 08 Januari 2008
Para Penggoda Rakyat
Diposting oleh dermagamakassar di 20.31
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar